Perluasan Akses Jaminan Sosial Bagi Pekerja Migran Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19 Kab. Wonosobo
Diskusi Terfokus
Perluasan Akses Jaminan Sosial Bagi Pekerja Migran Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19 Kab. Wonosobo
Bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara menjamin hak, kesempatan, dan memberikan pelindungan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi termasuk kelompok rentan dan marginal seperti kelompok perempuan pekerja migran dan kelompok disabilitas untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan bakat, minat, keahlian dan kemampuan.
Dalam upaya pelindungan pekerja migran Indonesia, Pemerintah menyelenggarakan Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya. Penyelenggaraan program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Penyelenggaraan Jaminan Sosial dikelola oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Program Jaminan Sosial terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) ternyata masih memiliki permasalahan yang tidak sedikit. Berdasarkan laporan Kemenaker, ada 12 masalah terkait dengan hal itu, baik dari sisi regulasi maupun tata kelola. Dalam pemaparannya di DPR RI, Senin (24/5/2021), Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa dalam hal regulasi hal yang menjadi permasalahan, antara lain; pertama, PMI tidak terdaftar dalam program jaminan sosial. Kedua, pembayaran iuran untuk jaminan sosial pelindungan selama bekerja bagi PMI dengan kontrak dibawah 2 tahun disamakan dengan kontrak kerja jangka waktu 2 tahun. Ketiga, perlu adanya pengaturan perpanjangan masa berlaku perlindungan sebelum bekerja karena adanya kebijakan penutupan sementara penempatan PMI. Keempat, belum terlaksananya kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan lembaga pemerintah / swasta untuk meng-cover risiko yang belum atau tidak bisa dicakup oleh BPJS Ketenagakerjaan. Kelima; pelaporan pelaksanaan jaminan sosial oleh oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Menaker belum terlaksana dengan baik. Keenam, persyaratan akta kematian untuk pengajuan klaim JKM bagi ABK sulit dipenuhi, khususnya terhadap ABK yang hilang di laut karena kecelakaan/tenggelamnya kapal.
Sementara dari sisi tata kelola juga terdapat enam persoalan, antara lain; pertama, belum ter-cover-nya perlindungan bagi PMI mengalami kecelakaan kerja pada saat bekerja dan membutuhkan perawatan di negara penempatan. Kedua, manfaat JKK dan JKM belum sejalan dengan PP No. 82/2019 tentang perubahan Atas PP No. 44/ 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian; ketiga, adanya persyaratan lain dalam pengajuan klaim di luar persyaratan yang sudah diatur dalam Permenaker No. 18 tahun 2018 tentang Jaminan sosial bagi PMI. Keempat, belum adanya bantuan bagi anak PMI yang belum memasuki jenjang pendidikan, dan orang tuanya (PMI) mengalami cacat total atau meninggal dunia; kelima, terbatasnya akses bagi PMI yang akan melakukan perpanjangan kepesertaan dari negara penempatan dalam pembayaran iuran. Keenam, pengajuan klaim masih bersifat manual sehingga kesulitan dalam mengetahui progres pengajuan klaim.
Kabar di Kompas.com 21 Februari 2022, Direktur Ekskutif Migrant CARE Wahyu Susilo membeberkan kekurangan BPJS Kesehatan bagi PMI. Menurut dia layanan BPJS Kesehatan bagi PMI saat mereka bekerja di luar negeri sangat terbatas. Cakupannya lebih banyak pada masa pra penempatan dan pasca penempatan, padahal kerentanan juga terjadi pada masa penempatan. Misalnya biaya perawatan seandainya mengalami sakit atau kecelakaan tidak bisa direimburse.
Wahyu juga mengkritik penerbitan Inpres No 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi. Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Nasional (JKN). Pada point 26 “Mewajibkan Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 {enam} bulan untuk menjadi peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional selama berada di luar negeri. Wahyu mengatakan syarat pada point 26 semestinya baru bisa berlaku kalau jangkauan perlindungan BPJS Kesehatan bagi PMI sudah memadai akan tetapi kenyataannya sampai saat ini malah sangat terbatas.
Melihat kondisi yang demikian, SARI, Social Analysis and Research Institute bekerja sama dengan Migrant CARE Jakarta dan didukung oleh Program Inklusi akan menyelenggarakan Diskusi Terfokus dengan tema Perluasan Akses Jaminan Sosial Bagi Pekerja MIgran Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19.
Tujuan :
- Peserta memahami tentang Program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia.
- Adanya input dari peserta untuk memperbaiki Program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia.
- Adanya rekomendasi bagi pemerintah untuk memperbaiki Program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran.
Out put :
- Peserta mengerti dan paham tentang Program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia.
- Usulan-usulan dari peserta untuk memperbaiki Program Jaminan Sosial bagi Pekerja Migran Indonesia.
- Bahan rekomendasi bagi pemerintah untuk memperbaiki Program Jaminan sosial Pekerja Migran Indonesia.
Waktu Pelaksanaan :
Kegiatan Diskusi Terfokus ini akan dilaksanakan besuk pada :
- Hari / Tanggal : Kamis, 16 Juni 2022
- Pukul : 08.30 – 12.30 WIB
- Tempat : Front One Harvest Hotel Wonosobo
Fasilitator dan Modertor :
Kegiatan ini menghadirkan Narasumber dari BPJS Kesehatan Kab. Wonosobo dan akan dipandu oleh Social Analysis and Research Institute (SARI).