Peringatan Hari Pekerja Migrant Sedunia 2022
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG)
Menyusun Peta Jalan dan Tata Kelola Pelindungan Pekerja Migran
Berbasis HAM, Berkeadilan Gender dan Inklusi Sosial

Pandemic COVID – 19 telah meluluh-lantakkan situasi global hingga saat ini. Krisis yang bermula dari penyebaran virus ganas Corona telah menimbulkan dampak multidimensional dan telah menyebabkan perekonomian dunia terguncang sedemikian parah. Meski krisis ini menimpa seluruh negara, namun kondisi yang lebih parah terjadi di negara – negara miskin dan berkembang.
Salah satu aktivitas global yang hampir terhenti total adalah migrasi tenaga kerja. Aktivitas lintasbatas atau mobilitas manusia antar negara dituding sebagai aktivitas yang mempercepat penularan penyakit ini. Sehingga hampir semua negara dimuka bumi ini menutup dan menghentikan perlintasan antarnegara dengan membatasi gerak moda angkutan dan memperketat syarat – syarat keimigrasian.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa pekerja migran adalah sektor yang paling terdampak dan menjadi kelompok yang semakin berlipat kerentanannya menghadapi pandemic COVID – 19.
Migrant CARE telah melakukan pemantauan dampak Pandemi COVID – 19 terhadap pekerja migran Indonesia. Beberapa temuan dari pemantauan tersebut memperlihatkan bahwa pekerja migran Indonesia dinegara tujuan bertambah beban kerjanya namun tak bertambah upahnya, bahkan ada yang harus berhenti bekerja. Mereka mengalami diskriminasi layanan Kesehatan dan distigma sebagai pembawa virus. Kerentanan semakin dalam dialami oleh pekerja migran yang tidak berdokumen, mereka kehilangan pekerjaan dan sewaktu-waktu bisa dikriminalisasi terkena razia atas nama pembatasan mobilitas.
Pada saat kepulangan, pekerja migran menghadapi diskriminasi layanan di pintu masuk kedatangan, dipaksa menjalani karantina dengan dipungut biaya. Tak berhenti disitu penderitaannya, di kampung halaman, sebagian besar diantara mereka tidak dapat mengakses skema perlindungan sosial dampak pandemic COVID-19. Kalau pun mereka mendapatkan bantuan sosial jumlahnya sangat terbatas dan belum berpersprektif perlindungan anak.
Beberapa temuan Migrant CARE tersebut juga mengkonfirmasi hasil assessment yang dilakukan oleh ILO, UN Women, dan IOM yang menyatakan bahwa pekerja migran adalah sektor pekerjaan yang rentan dimasa pandemic COVID-19, selain pekerja sektor informal. Mereka terutama bekerja di sektor perawatan, pengamanan, kesehatan, dan layanan public. Sebagian besar diantara mereka adalah perempuan.
Pekerja migran di sektor kelautan juga mengalami eskalasi kerentanan. Mereka yang bekerja di kapal pesiar adalah korban perdana dari PHK massal pada awal masa penularan COVID-19 yang menghentikan total perjalanan seluruh kapal pesiar. Sementara itu semasa pandemic COVID-19 dilaporkan telah terjadi beberapa kali pelarungan jenasah pekerja migran yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing. Kisah kekerasan, perbudakan dan berujung pada kematian dan pelarungan telah membuka kotak pandora penderitaan pekerja migran di sektor perikanan yang selama ini tidak mendapat banyak perhatian.
Situasi kerentanan yang dihadapi pekerja migran, bukan hanya dari Indonesia., hanyalah salah satu bukti terjadinya prekariatisasi kelompok pekerja dan rakyat miskin, terutama kelompok marginal di masa pandemic COVID-19. Laporan terbaru Human Development Report 2021 – 2022 menerangkan telah terjadi kemerosotan indeks perkembangan manusia dan diproyeksikan kualitas hidup manusia sedunia mengalami kemunduran dibanding lima tahun ke belakang.
Gambaran suram dunia dalam kecamuk Pandemic COVID – 19 tentu merupakan tantangan berat bagi Indonesia untuk mewujudkan pencapaian SDGs dan memastikan seluruh target dalam RPJMN 2020 – 2024 tercapai tepat waktu. Dapat dipastikan goal dan target pembangunan baik melalui komitmen global SDGs dan peta jalan pembangunan nasional RPJMN sulit untuk bisa dicapai pada waktu yang telah ditetapkan. Kondisi ini juga makin menambah kendala bagi terbetuknya tata kelola baru perlindungan pekerja migran Indonesia yang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya.
Pada masa sebelum pandemic COVID – 19, Migrant CARE menilai belum ada keseriusan dan langkah yang signifikan dari Pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Meski Indonesia juga telah memiliki instrument dan komitmen global seperti Ratifikasi Konvensi perlindungan pekerja migran, adopsi SDGs dan Global Compact of Migration, namun modalitas ini tidak dimaksimalkan untuk membangun peta jalan perlindungan pekerja migran yang berbasis pada hak asasi manusia.
Alih-alih mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan dan penganggaran, spirit perlindungan yang terkandung dalam UU No 18 tahun 2017 malah dilumpuhkan dengan adanya Omnimbus Law UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dan pandemic COVID – 19 makin menjauhkan impian untuk mewujudkan peta jalan yang mendekatkan pekerja migran pada akses kesejahteraan dan keadilan.
Pandemic COVID – 19 telah menyita sebagian besar perhatian negara didunia ini dan memaksa untuk mengerahkan seluruh sumberdaya ekonomi dan politik untuk menanganinya. Langkah – Langkah penanganan dan pemulihan pun tidak hanya dilakukan dilakukan masing – masing negara, namun jika dilakukan secara kolaboratif, baik melalui forum regional, global dan multilateral.
Selama tiga tahun terakhir (mulai 2020 hingga 2022) thema mengenai penanganan dan pemulihan global dari pandemic COVID–19 telah mendominasi perbincangan di forum – forum UN, IMF/World Bank, G20 dan ASEAN. Pertanyaan kritisnya, apakah rekomendasi yang lahir dari forum-forum tersebut memberi kemanfaatan langsung pada kelompok-kelompok marginal, termasuk komunitas pekerja migran?
Dalam rangka Peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia 18 Desember 2022, Migrant CARE akan menyelenggarakan kegiatan yang mendorong adanya inisiatif yang serius bagi terwujudnya peta jalan perlindungan pekerja migran berbasis hak asasi manusia berbekal modalitas yang ada, disela-sela tantangan pandemic COVID-19 yang belum usai dan ancaman resesi global akibat perang Rusia-Ukraina.
Inisiatif ini menggunakan momentum penyusunan draft RPJMN 2025 – 2029 yang sekarang ini sudah mulai dilakukan oleh Bappenas dengan serangkaian penulisan background study dari berbagai sektor. Momentum ini juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi implementasi semua modalitas yang terlibat dengan dengan perlindungan pekerja migran selain UU No 18 tahun 2017 dan Implementasi Konvensi Pekerja Migran serta adopsi SDGs dan Global Compact for Migration, serta dorongan untuk ratifikasi Konvensi ILO No. 188 tentang Pekerjaan di Perikanan dan Konvensi No. 189 tentang Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga.
Selain itu, inisiatif ini juga mengundang perspektif dari akar rumput dimana muncul pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari negara dengan bekerja dan kampung halaman. Perspektif akan memperjelas realitas kerentanan pekerja migran dan kelompok marginal lainnya sekaligus inovasi-inovasi pelindungan dan pemberdayaan pekerja migran berbasis komunitas.
Inisiatif untuk mendorong adanya peta jalan perlindungan pekerja migran merupakan dialog kebijakan para pemangku kepentingan. Dengan bertajuk “Musyawarah Perencanaan Pembangunan untuk Mendorong Tata Kelola Migrasi yang berbasis HAM dan perspektif keadilan gender dan inklusif” ini digelar untuk tujuan :
- Mengkonsolidasikan segenap pengalaman dan pengetahuan dari akar rumput mengenai kerentanan dan inovasi berbasis komunitas untuk perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran dan kelompok marginal alinnya
- Mengevaluasi implementasi capaian dan tantangan kebijakan perlindungan pekerja migran dalam kerangka RPJMN 2020–2024 dari sudut kinerja tata Kelola dan dampak Pandemi COVID–19
- Mengkonsolidasikan pandangan – pandangan dari para pemangku kepentingan mengenai inisiatif dan aspirasi yang muncul dalam forum G20 dan ASEAN terkait kebijakan perlindungan pekerja migran.
- Merumuskan rekomendasi dan usulan untuk draft substansi RPJMN 2025 – 2029 yang terkait dengn tata Kelola perlindungan pekerja migran Indonesia dalam perspektif keadilan gender dan inklusi sosial.
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 18 – 20 Desember 2022 di Pendopo Kabupaten Kebumen Jawa Tengah dan Hotel Mexoil Kebumen dalam format hybrid.
Metode kegiatan yang akan digelar adalah dialog kebijakan yang disampaikan dalam bentuk forum pleno dan diskusi public. Selain itu juga diselenggarakan workshop untuk pendalaman thematik. Kegiatan pendukung lain adalah klinik bantuan hukum, layanan vaksinasi dan bazaar produk ekonomi komunitas purna migran dari 7 kabupaten. Hasil akhir dari kegiatan ini akan dituangkan dalam rekomendasi yang akan disampaikan kepada pemerintah sebagai usulan penyusunan draft RPJMN 2025-2029.
Peserta kegiatan ini adalah komunitas pekerja migran, organisasi masyarakat sipil, akademisi, pemerintah dan organisasi internasional.